Selasa, 06 Desember 2011

Tindak Pidana Korupsi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Perkembangan peradaban dunia semakin sehari seakan-akan berlari menuju modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan jaman dan bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan beranekaragam. Kejahatan dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan senantiasa turut mengikutinya. Kejahatan masa kini memang tidak lagi selalu menggunakan cara-cara lama yang telah terjadi selama bertahun-tahun seiring dengan perjalanan usia bumi ini. Bisa kita lihat contohnya seperti, kejahatan dunia maya (cybercrime), tindak pidana pencucian uang (money laundering), tindak pidana korupsi dan tindak pidana lainnya.
Sesungguhnya fenomena korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama, tetapi baru menarik perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena korupsi ini sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa korupsi sudah ada dalam masyarakat Indonesia jaman penjajahan yaitu dengan adanya tradisi memberikan upeti oleh beberapa golongan masyarakat kepada penguasa setempat.
Kemudian setelah perang dunia kedua, muncul era baru, gejolak korupsi ini meningkat di Negara yang sedang berkembang, Negara yang baru memperoleh kemerdekaan. Masalah korupsi ini sangat berbahaya karena dapat menghancurkan jaringan sosial, yang secara tidak langsung memperlemah ketahanan nasional serta eksistensi suatu bangsa. Reimon Aron seorang sosiolog berpendapat bahwa korupsi dapat mengundang gejolak revolusi, alat yang ampuh untuk mengkreditkan suatu bangsa. Bukanlah tidak mungkin penyaluran akan timbul apabila penguasa tidak secepatnya menyelesaikan masalah korupsi. (B. Simanjuntak, S.H., 1981:310)
Di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sedemikian parah dan akut. Telah banyak gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan. Di negeri ini sendiri, korupsi sudah seperti sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik, menjangkit ke lembaga-lembaga tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif hingga ke BUMN. Apalagi mengingat di akhir masa orde baru, korupsi hampir kita temui dimana-mana. Mulai dari pejabat kecil hingga pejabat tinggi.
Walaupun demikian, peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang tindak pidana korupsi sudah ada. Di Indonesia sendiri, undang-undang tentang tindak pidana korupsi sudah 4 (empat) kali mengalami perubahan. Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang korupsi, yakni :
1.                  Undang-undang nomor 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
2.                  Undang-undang nomor 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
3.                  Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
4.                  Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Tentang penyebab orang melakukan perbuatan korupsi di Indonesia, yaitu :[1]
a.                  Kurangnya gaji atau pendapatan pegawai dibandingkan dengan kebutuhan yang makin meningkat.
b.                  Latar belakang kebudayaan Indonesia yang merupakan sumber atau sebab meluasnya korupsi.
c.                   Manajemen yang kurang baik dan control yang kurang efektif.
d.                  Moderenisasi.

1.2       Identifikasi dan Perumusan Masalah
Sesuai dengan uraian pada latar belakang penulisan di atas, maka masalah pokok di dalam penulisan ini dapat diidentifikasi sebagai berikut :
” Apa yang Dimaksud dengan Tindak Pidana Korupsi dan Bagaimana Pengaturannya dalam Hukum Positif di Indonesia sebagai salah satu Tindak Pidana Khusus “.
Sebagai pembatasan masalah dalam penulisan ini, dapat dirumuskan pertanyaan – pertanyaan – pertanyaan penulisan sebagai berikut :
1.          Apakah yang dimaksud dengan Tindak Pidana Korupsi serta Undang – Undang apa yang mengatur tentang Tindak Pidana Korupsi ?
2.         Mengapa Tindak Pidana Korupsi termasuk ke dalam Tindak Pidana Khusus ?
3.         Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi menurut Undang – Undang di Indonesia ?

1.1        Tujuan Penulisan
         Tujuan penulisan ini adalah untuk :
1.            Mengetahui apakah yang dimaksud dengan Tindak Pidana Korupsi.
2.            Menganalisis mengapa Tindak Pidana Korupsi termasuk sebagai Tindak Pidana Khusus.
3.            Mengetahui bagaimana sanksi pidana maupun proses beracara pada perkara Tindak Pidana Korupsi.

1.2        Kegunaan Penulisan
Penulisan ini pada hakikatnya berguna :
1.            Dari segi teoretis, analisis ini menambah ilmu pengetahuan mengenai Tindak Pidana Khusus pada umumnya dan Tindak Pidana Korupsi pada khususnya dan melatih kemampuan analisis mahasiswa terhadap Tindak Pidana tersebut.
2.            Dari segi praktis, analisis ini membuat mahasiswa dapat menjabarkan bagaimana Tindak Pidana Korupsi dikatakan sebagai Tindak Pidana Khusus serta mahasiswa dapat menelaah lebih dalam mengenai Tindak Pidana Korupsi menurut Hukum positif di Indonesia.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1       Pengertian Korupsi
            Korupsi berasal dari kata latin “Corruptio “ atau “ Corruptus “ yang kemudian muncul dalam bahasa inggris dan Prancis “ Corruption ”, dalam Bahasa Belanda “ Korruptie ”, dan Bahasa Indonesia “ korupsi “ ( Dr. Andi Hamzah, S.H. 1985: 143 ). Korupsi secara harfiah berarti jahat atau busuk ( John M. Echols dan Hassan Shadily, 1977: 149 ), sedangkan A.I.N. Kramer ST menerjemahkannya sebagai busuk, rusak atau dapat disuapi.
Memperhatikan UU No 31 Tahun 1999 dan UU No 20 Tahun 2001, maka Tindak Pidana Korupsi dapat dilihat dari dua segi, yaitu :[2]
a.         Korupsi Aktif
ü  Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang Korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara ( Pasal 2 UU No 31 Tahun 1999 )
ü  Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi menylahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang merugikan keuangna negara atau perekonomian negara ( Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 )
ü  Dan sebagainya
b.         Korupsi Pasif
ü Pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang menerima pemberian atau janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannnya yang bertentangan dengan kewajibannya ( Pasal 5 ayat (2) UU No 20 Tahun 2001 ).
ü Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi putusan perkara yang di serahan kepanya untuk diadili atau untuk mempengaruhi nasehat atau pendapat yang diberikan berhubungan dengan perkaranya yang di serahkan kepada pengadilan untuk diaili ( Pasal 6 ayat (2) UU No 20 Tahun 2001 ).
ü Dan sebagainya
Unsur tindak pidana korupsi, adalah sebagai berikut:[3]
Unsur Objektif :
1.                  Setiap orang;
2.                  Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi;
3.                  Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Unsur Objektif :
1.                  Dengan melawan hukum.
Berdasarkan undang-undang bahwa korupsi diartikan:
1.                  Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung merugikan keuangan Negara dan atau perekonomian Negara dan atau perekonomian Negara atau diketahui patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan Negara ( Pasal 2 UU No 20 Tahun 2001 )
2.                  Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan secara langsung dapat merugikan Negara atau perekonomian Negara ( Pasal 3 UU No 20 Tahun 2001 ).
3.                  Barang siapa melakukan kejahatan yang tercantum dalam pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 425, 435 KUHP.
Koruptor (orang yang korupsi), Baharuddin Lopa mengutip pendapat dari David M. Chalmers, menguraikan arti istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. (Evi Hartanti, S.H., 2005:9)

2.2       Pelaku Tindak Pidana Korupsi
            Berdasarkan Pasal 2 sampai Pasal 17 dan Pasal 21 sampai Pasal 24 UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pelaku tindak pidananya adalah Setiap orang, yang berarti orang perseorangan dan Korporasi. Dalam UU No 3 Tahun 1971 pelaku Tindak Pidana Korupsi yaitu orang perseorang saja. Pelaku Tindak Pidana Korupsi menurut KUHP adalah “ Barang siapa “ yang berarti orang perseorang ( swasta atau pegawai negeri ).
a.         Korporasi
            Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisir baik berupa Badan Hukum maupun tidak.
            Badan Hukum di Indonesia :
·         Perseroan Terbatas (PT)
·         Yayasan
·         Koperasi
·         Indonesische Maatchapij op Andelen ( IMA )
B.         Orang Perorangan
·         Firma
·         Perusahaan Komanditer ( CV )
·         Pegawai Swasta
·         Pegawai Negeri
Pegawai Negeri
Pengertian pegawai negeri ( pejabat ) dalam Psal 1 ayat (2) UU No 31 Tahun 1999  meliputi :
1.         Pegawai negeri ( UU No 8 Tahun 1974 )
            a.         Pegawai Negeri Sipil
            b.         Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
2.         Pasal 92 KUHP
            Ayat (1) :
            a.         Orang yang dipilih dalam Pemilu.
            b.         Orang yang diangkat menjadi anggota Badan Pembentuk Undang-Undang.
            c.         Anggota Badan Pemerintahan.
            d.         Badan Perwakilan Rakyat.
            e.         Anggota Dewan Waterschap.
            f.          Kepala Rakyat Indonesia Asli
            g.         Kepala Golongan Timur Asing.
            Ayat (2) :
            a.         Hakim
            b.         Hakim Wasiat
            c.         Hakim administratif
            d.         Ketua atau Anggota Pengadilan Agama
            e.         Semua Anggota Tentara Nasional Indonesia
3.         Orang yang menerima gaji atau upah dari keuagan negara.
4.         Orang yang menerima gaji dari Korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah.
5.                                       Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi yang mempergunakan modal atau fasilitas negara atau masyarakat.

2.3       Asas - Asas Undang-Undang Pemberantas Tindak Pidana Korupsi
Menurut UU No 31 Thn 1999 terdapat beberapa asas yang membedakannya dari UU tindak pidana lain, yaitu :
1.         Pelakunya adalah setiap orang, meliputi orang perseorangan dan korporasi ( Badan hukum dan perkumpulan orang ).
2.         Pidananya bersifat komulasi dan alternatif
            Komulasi berarti, dalam rumusan pasalnya terdapat kata “.... dan .... “ sedangkan alternatif terdapat kata “ .... atau .... “.
3.         Adanya pidana minimum dan maksimum
4.         Percobaan, pembantuan tindak pidana korupsi dipidana sama dengan pelaku.
5.         Setiap orang yang di luar wilayah indonesia memberikan bantuan, kesempatan, sarana, dan keterangan untuk terjadinya TPK  dipidana sama dengan pelaku.
6.         Pidana tambahan selain pidana tambahan yang diatur dalam KUHP ( Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 ).
7.         Orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dapat dipidana ( Pasal 22 ).

2.4       Jenis Tindak Pidana Korupsi
Jenis tindak pidana korupsi menurut UU No 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, yaitu :
1.         Kerugian keuangan negara ( Pasal 2 dan 3 )
2.         Suap menyuap
3.         Penggelapan dalam jabatan
4.         Pemerasan
5.         Perbuatan curang
6.         Benturan kepentingan dalam pengadaan ( Pasal 12 huruf I )
7.         Gratifikasi ( Pasal 12B jo. Pasal 12C )
            Jenis tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi menurut UU No 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, terdiri dari :
1.                  Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi ( Pasal 21 ).
2.                  Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar ( Pasal 22 jo. Pasal 28 )
3.                  Bank yang tidak memberi keterangan rekening tersangka ( Pasal 22 jo. Pasal 29 ).
4.                  Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu ( Pasal 22 jo. Pasal 35 ).
5.                  Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu ( Pasal 22 jo. Pasal 36 ).
6.                  Saksi yang membuka identitas pelapor ( Pasal 24 jo. Pasal 31 ).

2.5.      Ruang Lingkup Berlakunya
Pasal 16 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjangkau setiap orang yang di luar wilayah Indonesia memberikan bantuan, kesempatan, sarana dan keterangan untuk terjadinya Tindak Pidana Korupsi. Untuk itu pelakunya dapat dikenakan pidana sebagaimana diatur dalam pasal 2, 3, dan 5 sampai dengan pasal 14 UU No. 31 Tahun 1999.

2.6.      Pemidanaan
A.     Hukuman Pokok
ü  Pasal 10 KUHP mengatur pidana pokok sebagai berikut :
-          Pidana Mati
-          Pidana penjara
-          Kurungan; dan
-          Denda.
ü  Sedangkan, menurut UU No. 31 tahun 1999 hukuman pokok dibagi menjadi :
-          Pidana mati;
-          Pidana penjara;
PASAL
HUKUMAN BADAN
HUKUMAN DENDA Rp.
MIN
MAKS
MIN
MAKS
2
4Th
20Th
200 juta
1 miliar
3
1Th
20Th
50 juta
1 miliar
5
1Th
5Th
50 juta
250 juta
6
3Th
15Th
150 juta
750 juta
7
2Th
7Th
100 juta
350 juta
8
3Th
15Th
150 juta
750 juta
9
1Th
5Th
50 juta
250 juta
10
2Th
7Th
100 juta
350 juta
11
1Th
5Th
50 juta
250 juta
12
4Th
20Th
200 juta
1 miliar
13
-
3Th
-
150 juta
21
3Th
12Th
150 juta
600 juta
22
3Th
12Th
150 juta
600 juta
23
1Th
6Th
150 juta
300 juta
24
-
3Th
-
150 juta
-          Hukuman denda.
Bagan 1.[4]
B.      Pidana Tambahan menurut UU No. 31 tahun 1999
1.      Perampasan barang bergerak berwujud atau tidak berwujud;
2.      Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi tersebut;
3.      Penutupan seluruh atau sebagaian perusahaan untuk paling lama 1 tahun;
4.      Pencabutan seluruh atau sebagaian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana;
Sedangkan, menurut Pasal 10 huruf b KUHP mengenai Pidana tambahan terdiri dari pencabutan hak-hak tertentu ( Pasal 35 KUHP ).
C.      Perampasan barang pihak ke tiga
Dalam perkara TPK, perampasan barang pihak ke tiga atau yang bukan milik atau kepunyaan terdakwa dapat dijatuhkan. Untuk itu hak – hak pihak ketiga yang beritikad baik tidak dirugikan, akan tetapi ( Pasal 19 ayat (1) ) apabila merugikan hak-hak pihak ketiga yang beritikad baik, maka putusan pengadilan mengenai perampasn barang-barang yang bukan kepunyaan terdakwa tidak dijatuhkan.

2.7       Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK )
            Berdasarkan ketentuan Pasal 43 Undang-Undang 31 Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, badan khusus tersebut disebut Komisi Pemberantasan Korupsi yang memiliki kewenangan melakukan koordinasi dan supervise, termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
            Kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi meliputi tindak pidana yang :[5]
1.      Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara Negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan TPK yang dilakukan oleh aparat penegak hokum atau penyelenggara Negara.
2.      Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat
3.      Menyangkut kerugian Negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 ( satu milyar ) ( Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 ).
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, KPK berasaskan pada :
a.      Kepastian hukum
b.      Keterbukaan
c.       Akuntabilitas
d.      Kepentingan umum
e.      Proporsionalitas

KORUPSI
 





KURANG DARI
1 MILYAR
                
1 MILYAR / LEBIH
                                                                                                          


 



PENGADILAN NEGERI                                                        KPK


A.                 Tugas dan Wewenang
Komisi ini mempunyai tugas  ( Pasal 43 ayat (2) Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 ) sebagai berikut :
1.      Melakukan koordinasi dan supervisi
2.      Melakukan penyelidikan
3.      Melakukan penyidikan
4.      Melakukan penuntutan
Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi :
1.      Mengkoordinasi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi.
2.      Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan TPK.
3.      Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan TPK kepada instansi terkait.
4.      Melaksanakan dengar pendapat atau penemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan TPK.
5.      Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan TPK ( Pasal 7 UU No 30 Tahun 2002 ).
6.      Wewenang lain ( Pasal 12, 13, 14 UU No 30 Tahun 2002 ).
B.                  Keanggotaan Komisi Pemberantasan Korupsi
Keanggotaan KPK terdiri atas unsur pemerintah dan unsur masyarakat.
·         Unsur pemerintah :
-          Unsur kejaksaan dan kepolisisan
-          Badan Pemeriksa Keuangan
-          Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan ( BPKP )
-          Inspektorat
·         Unsur masyarakat :
-          Pengacara
-          Lembaga Swadaya Masyarakat
-          Tokoh – tokoh masyarakat.
Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri dari :
a.      Pimpinan KPK yang terdiri atas lima anggota KPK.
b.      Tim penasihat terdiri atas empat anggota
c.       Pegawai KPK sebagai pelaksana tugas.

2.8       Tindak Pidana Korupsi sebagai Tindak Pidana Khusus
            Kekhususan peraturan perundang-undangan tindak pidana khusus, dari aspek norma, jelas mengatur hal-hal yang belum diatur dalam KUHP. Dikatakan khusus, karena dalam UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terdapat asas atau hal – hal yang menyimpang dari ketentuan umum dalam Buku I KUHP.
Contohnya perbedaan pada KUHP sebagai sumber hukum materiil pada tindak pidana umum dengan UU tindak pidana korupsi pada tindak pidana khusus:
No
Perbedaan
KUHP
UU Tindak pidana korupsi
1
Penyadapan
Tidak dibolehkan
Dibolehkan dilakukan penyadapan
2
Aparat penegak hukum
Polisi sebagai penyidik dan penyelidik
Penyidik dan penyelidik selain polisi juga bisa jaksa penuntut umum dan penyidik KPK
3
Sistem peradilannya
Bersifat konvensional
Secara ad hoc
4
Hukuman Pokok
-             Pidana Mati
-             Pidana penjara
-             Kurungan; dan
-             Denda.
-          Pidana mati;
-          Pidana penjara
-          Hukuman denda
5
Hukuman Percobaan, pembantuan
Percobaan, pembantuan tindak pidana hukumannya dikurangi 1/3 dari ancaman hukuman.
Percobaan, pembantuan tindak pidana korupsi dipidana sama dengan pelaku
6.
Ancaman pidana
Ancaman pidana maksimum
Adanya pidana minimum dan maksimum
7
Subjek Hukum
Orang perorangan
Orang dan Korporasi ( Badan hukum / bukan badan hukum ).

























BAB III
STUDI KASUS

3.1              Contoh Kasus Korupsi
W salah seorang pejabat di sebuah lembaga Negara dan telah ditunjuk menjadi ketua panitia/penanggungjawab proyek pengadaan barang tahun 2005 di lembaga tersebut.
Pada akhir tahun anggaran, S selaku salah seorang pemeriksa dari instansi yang berwenang melakukan pemeriksaan keuangan telah ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan pertanggungjawaban keuangan atas proses pengadaan barang yang dilakukan oleh W.
Dalam melakukan pemeriksaan, S menemukan adanya sejumlah indikasi penyimpangan dalam proses pengadaan yang mengakibatkan timbulnya kerugian Negara. W mengetahui hal tersebut, lalu berusaha melakukan pendekatan kepada S  dengan menawarkan uang sebesar Rp. 300 juta dan menyampaikan keinginannya kepada S supaya temuan indikasi penyimpangan itu dihilangkan dari laporan hasil pemeriksaan.
Pasal 5 ayat (2) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
(1)         Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50 juta dan paling banyak Rp. 250 juta setiap orang yang :
a.      Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara Negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
S melaporkan upaya pemberian uang tersebut kepada Penyidik yang kemudian ditidak lanjuti dengan melakukan perekaman terhadap pembicaraan W dengan S serta merekam proses pemberian uang yang dilakukan oleh W  kepada S. Pada saat W memberikan uang kepada S, penyidik melakukan penangkapan.











3.2              Analisis Kasus Korupsi
Kasus yang telah diuraikan diatas selanjutnya dianalisis dengan memecah ke dalam unsur Tindak Pidana Korupsi Pasal 5 ayat )1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 sebagai berikut :
1.      Setiap orang
2.      Memberi sesuatu atau menjanjikan sesuatu
3.      Kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara
4.      Dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya sehingga bertentangan dengan kewajibannya.
Unsur Tindak Pidana 1 : Setiap Orang
ü  Fakta Perbuatan yang dilakukan dan kejadian yang ditemukan :
-          W salah seorang pejabat di sebuah lembaga Negara.
-          W adalah ketua panitia / penanggungjawab proyek pengadaan barang di lembaga tersebut.
ü  Alat Bukti yang mendukung :
-          Keterangan dari terdakwa W.
-          KTP W.
-          SK sebagai ketua panitia
Unsur Tindak Pidana 2 : Memberi sesuatu atau menjanjikan sesuatu.
ü  Fakta Perbuatan yang dilakukan dan kejadian yang ditemukan :
-          W  member uang Rp. 300 juta kepada S.
-          S  melaporkan kepada Penyidik tentang rencana pemberian uang oleh W.
ü  Alat bukti yang mendukung 2 adalah :
-          Keterangan dari terdakwa W dan keterangan dari saksi S
-          Keterangan dari petugas penyidik yang melakukan penangkapan
-          Alat bukti petunjuk berupa :
1.      Hasil perekaman oleh penyidik tentang rekaman peristiwa pemberian uang dari terdakwa W kepada saksi S
2.      Uang tunai Rp. 300 juta.
Unsur tindak pidana 3 : Kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara
ü  Fakta Perbuatan yang dilakukan dan kejadian yang ditemukan.
ü  S adalah seorang pegawai negeri di salah satu lembaga Negara yang berfungsi sebagai pemeriksa keuangan Negara
ü  SK S sebagai pegawai negeri.
ü  Surat Tugas S untuk melakukan pemeriksaan di lembaga W.
ü  Keterangan dari atasan S.
Unsur Tindak Pidana 4 : Dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya sehingga bertentangan dengan kewajibannya.
ü  Fakta perbuatan yang dilakukan san kejadian yang ditemukan :
-          Pemberian uang oleh W kepada S dimaksudkan agar S dalam membuat laporan hasil pemeriksaan tidak mencantumkan temuan tentang adanya indikasi penyimpangan dalam pengadaan barang.
-           W mengetahui bahwa hal tersebut bertentangan dengan kewajiban S selaku Pemeriksa.
ü  Alat Bukti yang mendukung :
-          Keterangan dari Terdakwa W dan keterangan sari Saksi S.
-          Keterangan dari Anggota tim S.
-          Keterangan dari atasan S.
-          Surat berupa Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan.

KESIMPULAN :
Keempat unsur Tindak Pidana Korupsi pada Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 terpenuhi. Keseluruhan rangkaian perbuatan yang telah dilakukan oleh W adalah sebuah tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 sehingga W dituntut untuk dipidana penjara.





BAB IV
KESIMPULAN

      Undang - Undang No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang - Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan Tindak Pidana Khusus, karena  terdapat asas atau hal – hal yang menyimpang dari ketentuan umum dalam Buku I KUHP.  Walaupun demikian, peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang tindak pidana korupsi sudah ada. Di Indonesia sendiri, undang-undang tentang tindak pidana korupsi sudah 4 ( empat ) kali mengalami perubahan. Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang korupsi, yakni :
1.                  Undang-undang nomor 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
2.                  Undang-undang nomor 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
3.                  Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
4.                  Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Kesimpulan penulis dapat diuraikan sebagai berikut :
1.                  Tindak Pidana Korupsi menurut Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah :
·         Pasal 2 : Setiap orang yang secara melawan hokum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.
·         Pasal 3 : Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.
2.                  Tindak Pidana Korupsi dikatakan Tindak Pidana Khusus karena dasar hukum maupun berlakunya menyimpang dari ketentuan umum Buku I KUHP. Bahkan dalam hukum acara (hukum formal) peraturan perundang-undangan tindak pidana khusus dapat menyimpang dari UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, contohnya dalam Tindak Pidana Korupsi dilakukan acara pembuktian terbalik ( Pasal 37 UU No. 20 Tahun 2001 ). Kekhususan peraturan perundang-undangan tindak pidana khusus, dari aspek norma, jelas mengatur hal-hal yang belum diatur dalam KUHP. Subyek tindak pidana Korupsi diperluas karena tidak saja meliputi orang pribadi tetapi juga badan hukum ( Korporasi ). Sedangkan dalam masalah pemidanaan, dilihat dari pola perumusan maupun pola ancaman sanksi, juga dapat menyimpang dari ketentuan KUHP, contohnya dalam Tindak Pidana Korupsi sanksi Pidana minimal 4 tahun.
3.         Dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pertanggung jawaban pidana pada perkara Tindak Pidana Korupsi yaitu :
1.  Korporasi  adalah  kumpulan  orang  dan  atau  kekayaan  yang  terorganisasi  baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
2.  Pegawai Negeri adalah meliputi :
a.  Pegawai      negeri      sebagaimana        dimaksud      dalam      Undang-undang   tentang Kepegawaian;
b.   Pegawai  negeri  sebagaimana  dimaksud  dalam  Kitab  Undang-undang  Hukum
Pidana;
c.   Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah;
d.  Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; atau
e.  Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.
3.  Setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi  





DAFTAR PUSTAKA

Buku – Buku : 
           
Hartati, Evi. Tindak Pidana Korupsi ( edisi kedua ). 2007. Jakarta : Sinar Grafika.
                       
Komisi Pemberantasan Korupsi. Memahami Untuk Membasmi ( Buku Saku Untuk Memahamu Tindak Pidana Korupsi ). 2006. Jakarta : Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ).

Prinst, Darwan. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 2002. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Hamzah, Andi. Pemberantasan Korupsi ( Ditinjau dari Hukum Pidana ). 2002. Jakarta : Pusat Studi Hukum Pidana Universitas Trisakti.

Undang – Undang :

·                     Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
·                     Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
·                     Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


[1] Prof. Dr. jur. A. Hamzah. Pemberantasan Korupsi ( Ditinjau dari Hukum Pidana ). 2002. Jakarta : Pusat Studi Hukum Pidana Universitas Trisakti. Hlm.11.
[2] Darwan Prinst, S.H. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.  2002. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. Hlm: 2
[3] Komisi Pemberantasan Korupsi. Memahami Untuk Membasmi (Buku Saku untuk Memahami TindakPidana Korupsi). 2006. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi. Hlm: 25
[4] Darwan Prinst, S.H. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.  2002. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti. Hlm: 70
[5] Evi Hartati, S.H. Tindak PIdana Korupsi. Jakarta : Sinar Grafika. Hlm.70.

3 komentar:

  1. bagus sekali..ttp semangkat untuk Indonesia
    http://law.uii.ac.id/berita-hukum/tambah-baru/fh-seminarkan-hate-speech-dalam-era-demokrasi.html

    BalasHapus
  2. artikelnya bagus gan, semoga bermanfaat dan jangan lup kunjungi website kmi kembali ^^

    BalasHapus